PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN BNSP DALAM
RANGKA PERCEPATAN SERTIFIKASI KOMPETENSI
Oleh :
Ir. Heru Kustanto, M.Si dan Sukardjono, SH, MM
Dosen Akademi Pimpinan Perusahaan
Abstraksi
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi bahwa amanat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk membentuk Badan Nasional Sertiflkasi Profesi (BNSP) yang independen untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja bagi tenaga kerja, baik yang berasal dari lulusan pelatihan kerja dan/atau tenaga kerja yang telah berpengalaman. BNSP sangat diperlukan sebagai lembaga yang mempunyai otoritas dan menjadi rujukan dalam penyelenggaraan sertifikasi kompetensi kerja secara nasional. Strategi untuk memperkuat dan mengembangkan BNSP dilakkan dengan analisis SWOT dengan melihat sisi internal dan eksternal. Strategi-strategi tersebut dapat dilakukan dengan memperkuat kesekretariatan dan koordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah lainnya baik di tingkat kementerian maupun non kementerian. Mengingat lembaga sertifikasi profesi yang akan muncul demikian banyak sesuai dengan beragamnya profesi yang ada di masyarakat, maka peranan BNSP dalam menyusun suatu sistem pengawasan mutlak dilakukan untuk menghasilkan lembaga-lembaga sertifikasi profesi yang kredibel, independent, profesional dan dapat dipercaya baik oleh pengguna jasa tenaga kerja maupun oleh calon tenaga kerja.
Pendahuluan
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi bahwa amanat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk membentuk Badan Nasional Sertiflkasi Profesi (BNSP) yang independen untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja bagi tenaga kerja, baik yang berasal dari lulusan pelatihan kerja dan/atau tenaga kerja yang telah berpengalaman. BNSP sangat diperlukan sebagai lembaga yang mempunyai otoritas dan menjadi rujukan dalam penyelenggaraan sertifikasi kompetensi kerja secara nasional. Dengan dernikian, maka akan dapat dibangun suatu sistem sertifikasi kompetensi kerja nasional yang diakui oleh semua pihak. Keberadaan BNSP juga sangat penting dalam kaitannya dengan penyiapan tenaga kerja Indonesia yang kompetitif menghadapi persaingan di pasar kerja global. Disamping itu, dengan adanya BNSP akan memudahkan kerja sama dengan institusi-institusi sejenis di negara-negara lain dalam rangka membangun saling pengakuan (mutual recognition) terhadap kompetensi tenaga kerja masing-masing negara.
BNSP merupakan badan independen yang bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki kewenangan sebagai otoritas sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi bagi tenaga kerja. Pembentukan BNSP merupakan bagian integral dari pengembangan paradigma baru dalam sistem penyiapan tenaga kerja yang berkualitas. Sistem penyiapan tenaga kerja berdasarkan paradigma baru terdapat dua prinsip yang menjadi dasarnya, yaitu : pertama, penyiapan tenaga kerja didasarkan atas kebutuhan pengguna (demand driven); dan kedua, proses diklat sebagai wahana penyiapan tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training/CBT). CBT adalah suatu cara pendekatan pelatihan kejuruan yang penekanan utamanya adalah pada apa yang dapat dikerjakan seseorang sebagai hasil dari training (outcome). CBT adalah ‘Criterion Reference’ (memperhatikan pencapaian hasil, dan peragaan dari pengetahuan dan keterampilan yang ditentukan serta penerapannya oleh individu), daripada ‘norm reference’ (memperhatikan pencapaian hasil individu dibandingkan terhadap orang lain atau kelompok).
Permasalahan
Dari pemaparan di atas terlihat bahwa BNSP memegang peranan yang sangat vital dan sebagai benteng terdepan dalam mempersiapkan tenaga kerja yang mempunyai kompetensi yang diakui baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dalam melaksanakan tugas untuk mensertifikasi kompetensi tenaga kerja, BNSP tentu tidak dapat bekerja sendiri mengingat begitu banyak dan beragamnya jenis pekerjaan dan profesi yang membutuhkan pengakuan dan sertifikasi kompetensi. Hal ini terlihat dari tugas pokok dan fungsi BNSP sebagai otoritas sertifikasi personel dimana BNSP dapat memberikan lisensi kepada lembaga sertifikasi profesi yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja. Di sinilah peran sentral BNSP dalam mengawal lembaga-lembaga sertifikasi profesi dalam menjalankan aktivitasnya dalam pemberian sertifikat kompetensi kerja.
Dalam periode pertama berdirinya BNSP yaitu periode tahun 2005-2010 telah banyak yang dilakukan oleh lembaga ini yang anggotanya merupakan kombinasi dari pegawai pemerintah (birokrasi) dan kalangan dunia usaha/ asosiasi pengusaha/industri. Apresiasi yang tinggi perlu kita berikan pada para anggota BNSP dan sekretariat BNSP yang telah bahu membahu meletakkan dasar-dasar organisasi dan manajemen BNSP. Tantangan ke depan akan jauh lebih berat mengingat globalisasi saat ini sudah ada di tengah-tengah kita, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat dan mengembangkan BNSP sehingga dapat menjawab tantangan-tantangan yang muncul khususnya dalam hal percepatan sertifikasi kompetensi.
Tulisan ini dibuat untuk memberikan gambaran penyusunan langkah-langkah strategis untuk memperkuat dan mengembangkan BNSP dalam rangka percepatan sertifikasi kompetensi yaitu dengan melihat faktor-faktor internal dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki BNSP saat ini dan menganalisis faktor-faktor eksternal yaitu berupa peluang dan ancaman bagi keberlangsungan BNSP. Dari analisis internal dan eksternal tersebut selanjutnya disusun suatu strategi penguatan dan pengembangan BNSP dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengantisipasi kelemahan dan ancaman-ancaman yang akan muncul.
Pembahasan
Penyusunan strategi penguatan dan pengembangan BNSP diawali dengan melakukan analisis internal dan analisis eksternal sebagaimana diperlihatkan pada bagian berikut ini.
Analisis Internal
a. Kekuatan (Strenghts)
1. Kelembagaan formal yang diakui secara eksplisit dalam perundang-undangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
2. Bertanggung jawab langsung kepada Presiden sehingga mempunyai dukungan politik yang sangat kuat melalui dukungan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
3. Dukungan pendanaan dari APBN untuk operasional BNSP.
4. Dukungan kesekretariatan setingkat eselon 2 pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
5. Keanggotaan yang lengkap baik dari unsur pemerintah (pegawai negeri sipil) dan unsur masyarakat seperti asosiasi industri/profesi.
6. Memiliki sumber daya yang memadai baik hardware maupun software.
Kelemahan (Weaknesses)
1. Keterbatasan jumlah personel BNSP (maksimum 25 orang) yang kurang mencukupi dibandingkan dengan kebutuhan komisi-komisi yang ada dan beban tugas yang luas.
2. Keterbatasan kualifikasi anggota BNSP yang mempunyai pemahaman, pengetahuan dan wawasan yang luas dalam pengembangan standar kompetensi nasional.
3. Lemahnya koordinasi dan jaringan kerjasama baik di dalam negeri dengan kementerian-kementerian terkait seperti Kementerian Perindus-trian, Kementerian Pendidikan Nasio-nal, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian dan lain-lain maupun dengan lembaga-lembaga di luar negeri seperti organisasi buruh dunia (ILO) dan lembaga sertifikasi profesi sejenis.
4. Pengawasan yang lemah terhadap lembaga-lembaga sertifikasi profesi yang telah diakreditasi karena lemahnya sistem pelaporan dan sistem informasi.
Analisis Eksternal
a. Peluang (Opportunities)
1. Banyaknya asosiasi-asosiasi profesi yang sudah ada dan beroperasi di dalam negeri sehingga dapat dijadikan mitra strategis dalam pengembangan standar kompetensi nasional.
2. Banyaknya lembaga-lembaga sertifi-kasi bertaraf internasional yang dapat dijadikan mitra strategis dan benchmark bagi pengembangan lembaga-lembaga sertifikasi di dalam negeri.
3. Lembaga-lembaga pemerintah baik di tingkat kementerian teknis maupun lembaga-lembaga non kementerian baik di dalam maupun di luar negeri yang lebih menguasai substansi di bidangnya masing-masing dalam menyusun standar kompetensi suatu profesi tertentu.
4. Tingginya permintaan tenaga kerja dari luar negeri khususnya untuk tenaga kerja terlatih sehingga membutuhkan suatu jaminan keterampilan yang dimiliki oleh calon tenaga kerja yang bersangkutan.
5. Tingginya angkatan kerja baru yang masuk setiap tahun yang belum mempunyai keterampilan dan pengalaman kerja khusus sehingga harus didukung oleh suatu sistem pelatihan kerja berbasis kompetensi yang terukur melalui uji kompetensi oleh lembaga sertifikasi profesi yang independen dan terpercaya.
Ancaman (Threats)
1. Beragamnya jenis profesi yang ada yang harus dibuatkan standar kompetensinya sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk mengakomodir standar kompetensi setiap profesi.
2. Tidak diakuinya sertifikat kompetensi yang telah dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi profesi khususnya di tingkat internasional.
3. Lebih dipercayanya sertitikat kompetensi yang telah dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi profesi dari luar negeri dibandingkan dengan yang dikeluarkan di dalam negeri.
4. Tidak pedulinya pihak perusahaan pengguna tenaga kerja dengan sertifikat yang telah dimiliki calon tenaga kerja karena perusahaan lebih mempercayai sistem pengukuran kompetensi yang telah dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan.
5. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinamis dan terus berkembang sehingga mengharuskan standar kompetensi untuk selalu diperbaharui sehingga akan menyita waktu dan perhatian serta biaya yang tidak sedikit.
6. Sertifikasi profesi di negara-negara maju dapat dilakukan secara on line tanpa perlu kehadiran secara fisik calon tenaga kerja yang bersangkutan sehingga akan mengancam keberadaan lembaga-lembaga sertifikasi profesi di dalam negeri.
7. Masih rendahnya kesadaran calon tenaga kerja untuk mendapatkan sertifikat kompetensi.
8. Keterbatasan tenaga-tenaga assesor yang kredibel, independen dan dapat dipercaya untuk menguji kompetensi calon tenaga kerja mengacu pada standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh BNSP.
Strategi Penguatan dan Pengem-bangan : Strategi SO (Strenghts-Opportunities)
1. Membangun jaringan dan kerjasama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) dengan asosiasi-asosiasi profesi yang sudah ada, lembaga sertifikasi bertaraf internasional dan lembaga-lembaga pemerintah baik di tingkat kementerian maupun non kementerian di dalam dan di luar negeri dalam menyusun standar kompetensi nasional dengan memanfaatkan dukungan politik dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas nama Presiden Republik Indonesia.
2. Memanfaatkan sumber daya yang dimiliki (personel di kesekretariatan, dana dari APBN, anggota BNSP yang berpengalaman, berwawasan luas dan mempunyai jaringan kerjasama secara pribadi untuk mengembangkan standar kompetensi yang telah ada (khususnya dari luar negeri) untuk diadopsi dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Langkah ini akan dapat menghemat waktu dan tenaga dibandingkan dengan jika kita mengembangkan sendiri dari awal.
3. Menyusun program-program sosialisasi mengenai eksistensi, peran dan tanggung jawab BNSP kepada lembaga-lembaga lain untuk lebih memudahkan dalam membangun jaringan kerjasama.
4. Menyusun program-program promosi yang bersifat edukatif kepada para calon tenaga kerja untuk mendorong mereka masuk ke lembaga-lembaga pelatihan yang mempunyai jaringan kerjasama dengan lembaga sertifikasi profesi untuk mengukur kompetensi mereka setelah mengikuti pelatihan.
5. Menyusun program-program pelatihan untuk memperbanyak jumlah assesor yang kredibel, independen dan dapat dipercaya dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada.
Strategi ST (Strenghts- Threats)
1. Mengatur pembagian kerja yang jelas antara kesekretariatan dengan anggota BNSP agar efektivitas kerja dapat tercapai sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas penyu-sunan standar kompetensi dari berbagai macam profesi yang ada.
2. Melakukan kerjasama dengan badan-badan sertifikasi profesi di negara-negara lain terutama negara yang banyak meminta bantuan TKI untuk mendapatkan kepercayaan dan pengakuan bahwa sertifikat kompetensi yang telah dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi dalam negeri layak dan dapat dipercaya kebenarannya.
3. Memanfaatkan dukungan kelembaga-an formal dalam bentuk penyusunan aturan-aturan legal formal untuk memaksa pengguna jasa tenaga kerja untuk lebih memprioritaskan calon tenaga kerja yang telah memiliki sertifikat kompetensi untuk diterima lebih dulu sebagai tenaga kerja di perusahaan yang bersangkutan. Jika langkah ini dilakukan secara otomatis para calon tenaga kerja yang belum memiliki sertifikat kompetensi terpaksa harus mengikuti ujian kompetensi pada lembaga sertifikasi profesi yang kredibel, independen dan dapat dipercaya.
4. Memanfaatkan sumber daya yang ada untuk secara terus menerus melakukan pembaharuan standar kompetensi menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Mengembangan suatu sistem infor-masi yang real time on line dengan lembaga-lembaga sertifikasi profesi dalam negeri dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi kompetensi dengan memanfaatkan dana dan sumber daya yang dimiliki.
6. Memperbanyak program-program pelatihan bagi calon assesor untuk menghasilkan assesor yang kredibel, independen, jujur dan dapat dipercaya.
Strategi WO (Weaknesses-Oppor-tunities)
1. Membangun jaringan kerjasama dengan asosiasi-asosiasi yang sudah ada agar tercapai efisiensi dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas yang dimiliki oleh BNSP.
2. Meningkatkan koordinasi antar lembaga pemerintah untuk dapat memenuhi permintaan TKI terlatih yang cukup tinggi dari luar negeri.
3. Menciptakan suatu sistem pengawasan yang berkala, terpadu dan terintegrasi dengan lembaga-lembaga sertifikasi profesi yang sudah diakreditasi oleh BNSP agar lembaga sertifikasi profesi menjadi lebih kredibel dan dipercaya baik oleh pengguna jasa tenaga kerja maupun oleh calon tenaga kerja sendiri.
Strategi WT (Weaknesses-Threats)
1. Mengoptimalkan kesekretariatan untuk mengantisipasi terbatasnya jumlah anggota BNSP untuk menyusun dan memperbaharui standar kompetensi nasional yang jumlahnya relatif banyak.
2. Membangun sistem pengawasan yang ketat agar lembaga sertifikasi profesi di dalam negeri mendapat pengakuan secara internasional.
3. Membangun koordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah lainnya untuk menciptakan suatu sistem yang mendorong pengembangan standar kompetensi nasional.
Penutup
Strategi untuk memperkuat dan mengembangkan BNSP berdasarkan hasil analisis internal dan eksternal ini selanjutnya harus disusun dalam suatu program kegiatan yang jelas dan terukur indikator-indikator keberhasilannya dan target waktu yang dapat dicapai. Strategi-strategi tersebut dapat dilakukan dengan memperkuat kesekretariatan dan koordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah lainnya baik di tingkat kementerian maupun non kementerian. Mengingat lembaga sertifikasi profesi yang akan muncul demikian banyak sesuai dengan beragamnya profesi yang ada di masyarakat, maka peranan BNSP dalam menyusun suatu sistem pengawasan mutlak dilakukan untuk menghasilkan lembaga-lembaga sertifi-kasi profesi yang kredibel, independent, profesional dan dapat dipercaya baik oleh pengguna jasa tenaga kerja maupun oleh calon tenaga kerja.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi
http : // www.bnsp.go.id diakses pada tanggal 17 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar